Askep Trauma Capitis


Trauma Capitis
I. PENGERTIAN
Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari; fraktur tengkorak, komusio (gegar) serebri, kontusio (memar) laserasi, dan perdarahan serebral (subaracniod, subdural, epidural intraserebral, batang otak). Trauma primer terjadi karena benturan lansung atau tak lansung (akselerasi/deselerasi otak), trauma otak sekunder merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson)  yeng meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi dengan dua cara:
1.      efek lansung trauma pada fungsi otak dan
2.      efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma
kerusakan neurologik lansung disebabkan oleh suatu benda atau sepihan tulang menmbus dan merobek jaringan otak, oleh karena suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak, dan akhirnya oleh efek percepatan-perlambatan pada otak, yang terbatas dalam kompartemen yang kaku.
Ada dua macam kekuatan yang dihasilkan melalui dua jalan melalui efek yang berbeda. Pertama cedera setempat yang disebabkan oleh benda tajam denga kecepatan rendah dan tenaga kecil. Kerusakan neurologis terjadi pada tempat yang terbatas dan disebabkan oleh benda atau fragmen-fragmen tulang yang menembus dura pada tempat serangan. Kedua cedera menyeluruh yang lebih lasim dujumpai pada trauma tumpul kepala dan setelah kecelakaan mobil. Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan diteruskan pada otak.
Efek sekunder trauma yang menyebabkan perubahan neurologik berat, disebabkan oleh reaksi jaringan terhadap cedera, responnya dapat diperkirakan sebelumnya denga perubahan isi cairan intrasel dan ekstrasel, ekstravasasi darah, peningkatan suplai darah ketempat itu, dan mobilisasi sel-sel untk memperbaiki dan membuang debris seluler.
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit-kemenit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat peka terhadap cedera metabolik apabila surlai terhenti, sebagai akibat  cedera, sirkulasi otak dapat kehilangan kemampuannya untuk mengatur volume darah beredar yang tersedia, menyebabkan eskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.

HEMATOMA EPIDURAL

Hematoma epidural merupakan suatu akibat  serius  dari cedera kepala dengan angka mortalitas sekitar 50%. Hematoma epidural paling sering terjadi didaerah peritemporal akibat robekan arteria meningea media.
Hehamatoma  yang membesar didaerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabakan bagian medial lobus (unkus dan sebagian dari dari girus hipokampus) menhalami herniasi di bawah pinggiran tentorium, keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medi.
Tekanan dari herniasinkus pada sirkulasi arteria yeng mengurus formasio retikularis dimedulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Ditempat ini juga  terdapat nuklei saraf kranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptoptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortokospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabaknan kelemahan respons motorik kontralateral (yaitu berlawanan dengan tempat hematoma), refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi  otak akan terdorong ke arah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intrakranial yang membesar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intrakranial antara lain kekakuan desebral dan gangguan tanda-tanda vital fungsi pernapasan.
Diagnosis perdarahan epidural dibuat berdasarkan tanda dan gejala klinis , dan berdasarkan arteriogram karotis serta enkoensefalogram. Pengobatan adalah evakuasi bedah hematoma dan mengatasi perdarahan dari arteria perdarahan dari arteria  meningea media yang tekoyak. Intevensi bedah harus dilaksanakan dini dan sebelum tekanan serius pada jaringan otak  menimbulkan kerusakan. Mortalitas tetap tinggi meskipun diagnosis dan pengobatan dilakukan dini, yanit karena trauma dan sekuakle berat yang menyertainya.

HEMATOMA SUBDURAL

Sementara hematoma epidural pada umunya  berasar dariarteria, hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma ini timbul akibat ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural dipilih menjadi tipe-tipe yang berbeda dalam simtomatik dan prognosis; akut, sub akut, dan kronik.

Hematoma subdural sub akut

Hematoma subdural sub akut menimbulkan gejala neurologik  penting dan serius dalam 24 jam sampai 48 jam setelaj cedera. Sering kali berkaitan dengan trauma otak berat, hematoma ini juga memounyai mortalitas yang tinggi.
Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh takanan pad jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnnya menimbulkan tekanan  pada batang otak, keadaan ini denga cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
Diagnosis dibuat dengan arteriogram karotis dan ekoensefalogram atau CT scan.
Pengobatan terutam berupa tindakan pengangkatan hematoma, dekompresi dengan mengangkat tempat-tempat  pada tengkorak, dan jika perlu. Bagian-bagian lobus tempralis atau lobusfrontalis, serta melepaskan kompresi dura. Bahkan pada diagnosis dini dan pembedahan dini sekalipun, angka mortalitas tetap berkisar 60%, sebagian besar disebabakan oleh trauma otakdan kegagalan organ utama yang menyertai trauma berat.

Hematoma subdural sub akut

Hematoma subdural sub akut menyebabkan defisit neurologik yang bermakan dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari dua minggu seelah cedera, seperti hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruagan subdural.
Anamnesis yang khas dari penderita hematoma sudural sub akut  adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidak sadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yangn berlahan-lahan. Namun setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai mulai menurun dalam beberapa jam
Seperti pada pengobatan hematoma subdural akut, pengobatan hematoma subdural sub akut dilakuakan dengan mengangkat bekuan darah secepat dan segera mungkin.

Hematoma subdural kronik

Ada hal yang menarik dalam anamnesis penderita hematoma subdural kronik, trauma otak yang menjadi penyebab dapat sangat ringan sehingga terlupakan. Timbulnya gejala pada umumnya tertunda dalam beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama.
Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati salah satu ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membran fibrosa. Denga adanya selisih  tekanan osmotik yang mampu menarik cairan kedalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah disekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma. Jika diiarkan mengikuti perjalanan alamiahnya , unsur-umsur kandungan hematoma subdural akaan mengalami perubahan-perubahan yang khas.
Diagnosis paling baik dibuat dengan arteriografi. CT dapat memperlihatkan adanya hematoma, sehingga dapat menghindaritindakan arteriogram.tetapi hasil negatif belum dapat menyingkirkan diagnosis hematoma subdural.
Tindakan pengobatan yang terbaik mungkin hanyalah melakukan pemantauan ketat, bagi penderita dengan gangguan neurologik yang progresif dan gejala kelemahan, cara pengobatan yang paling baik adalah dengan pembedahan untuk mengangkat bekuan, sebab bahaya terbesar pada hematoma subdural kronik adalah terjadinya herniasi unkus temporal dan kematian.

ASUHAN KEPERAWATAN

DASAR DATA PENGKAJIAN  PASIEN

Data tergantung pada tipe; lokasi, dan keparahan cedera dan mungkin depersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.

AKTIVITAS ISTIRAHAT
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tagap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.

SIRKULASI
Gejala: perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi). Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia, disaritmia)

INTEGRITAS EGO
Gejala: perubahan tingkah laku atau keperibadian (tenang dan dramatis)
Tanda: cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan inpulsif

ELIMINASI
Gejala; inkontinensia kandung kemih/ atau mengalami gangguan fungsi.

MAKANAN/CAIRAN
Tanda; mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Gejala; mutah mungking proyektil. Gangguan mebnelan (batuk, air liur keluar, disfagia)

NEUROSENSORI
gejala; kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapangan pandang, fotofobia.
Gangguan pengecapan juga penciuman.
Tanda; perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental, (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi, tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan pengideraan, seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetri. Genggaman lemah, tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparese, kuadreplegia, postur, (dekortikasi, deserebrasi), kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh. Kesulitan dalam menentukan posisi.

NYERI/KENAYAMANAN
Gejala; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda; wajah menyeringai, respons menarik pada ransangan nyeri hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.

PERNAPASAN
Tanda; perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi)

KEAMANAN
Gejala : trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda; fraktur/dislokasi. Gangguan penglihatan
Kulit :laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “racoon eye” tanda batle disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma) adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS). Gangguan cognitif. Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang , kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.

INTERAKSI SOSIAL
Tanda; afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disrtria, anomia.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

·      CT scan (tanpa /dengan kontras); mengidentifikasi adanya SOL,  hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak,
·      MRI; sama dengn CT scan dengan/tanpa menggunakan kontras.
·      Angiografi serebral; menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.
·      EEG; untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangya gelombang patologis.
·      Sinar X; mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema) adanya fragmen tulang.
·      BAER (brain auditorievokeds respons); menentukan fungsi korkteks dan batang otak.
·      PET (positron emisson tomografi); menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.
·      Punksi lumbal CSS; dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
·      GDA (gas darah arteri); mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
·      Kimia elektrolit darah; mengetahui ketidak seimbangan  yang berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan mental.
·      Pemeriksaan toksikologi: mendeteksi obat yang mungkin obat yang bertanggung jawab terhadap penurunak kesadaran.
·      Kadar anti konvulsan darah; dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

PRIORITAS KEPERAWATAN

1.      memaksimalkan perfusi atau fungsi serebral
2.      mencegah atau meminimalkan konplikasi
3.      mengoptimalkan fungsi otak/ mengembalikan pada keadaan sebelum terjadi trauma
4.      menyokong proses koping dan pemulihan keluarga.
5.      memberikan informasi mengenai proses /prognosis penyakit, rencan tindakan dan sumber daya yang ada.

TUJUAN PEMULANGAN

1.      Fungsi serebral meningkat; defisit neurologi dapat diperbaiki atau distabilkan (tidak berkembang lagi)
2.      komplikasi tidak terjadi
3.      AKS  dapat terpenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4.      keluarga memahami keadaan yang sebenarnya dan dapat terlibat dalam proses pemulihan
5.      proses/ prognosis penyakit dan penanganan ( tindakan ) dapat dipahami dan mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

DIAGNOSA KEPERAWATAN:
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma,); edema serebral (respon lokal atau umum pada cedera, perubahan metabolik, takar lajak obat/ alkohol), penurunan tekanan darah sistem/ hipoksia(hipopelemia, disaritmia jantung)
Diatandai dengan perubahan tingkat kesadaran,; kehilangan memori. Perubahan respons motorik/ sensori, gelisah. Perubahan tanda vital.

TUJUAN

Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan kognisi, dan fungsi motorik/sensori
Dengan kriteri:
Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan TIK.

TINDAKAN INTERVESI

RASIONAL

Mandiri

Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK


Menentukan pilihan intervensi, penurunan tanda dan gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya  setelah serangan awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau tekanan TIK dan atau pembedahan
Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya skala koma glaskow)


Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh) membuka hanya jika deberi ransangan nyeri, atau tertutup (koma)

Memnentukan tingkat kesadaran
Kaji respon verbal:catat apakah pasien sadar, orientasi terhadap orang, tempat dan waktu, baik atau malah bingung; menggunakan kata-kata /frase yang tidak sesuai.

Mengukur kesuai dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran. Jika kerusakan yang terjadi sangat kecil pada korteks serebral, pasien mungkin akan bereaksi dengan baik pada ransangan verbal yang diberikan tetapi mungkin juga memperlihatkan seperti ngantuk berat atau tidak kooperatif. Kerusakan yang lebih luas pada korteks serebral mungkin akan berespons lambat pada perintah atau tetap tidur ketika tidak ada perintah, mengalami disorientasi dan stupor, kerusakan pada batang otak, pons dan medulla ditandai dengan adanya respons yang tidak sesuai terhadap ransangan.
Mandiri
Kaji respons motorik terhadap perintah yang sederhana. Gerakan yang bertujuan  (patuh terhadapperintah, berusaha untuk menghilangkan ransang nyeri yang diberikan) dan gerakan yang tidak  bertujuan (kelainan postur tubuh), catat gerakan anggota tubuh dan catat sisi kiri dan kanan secara terpisah

Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespons pada ransangan eksternal dan merupakan petunjuk keadaan kesadaran terbaik pada pasien yang matanya tertutup sebagai akibat dari trauma  atau pasien yang afasia. Pasien dikatakan sadar apabila pasien dapat meramas atau melepaskan tangan sesuai dengan perintah. (meringis) atau gerakan menarik/ menjauhi ransangan nyeri atau gerakan yang disadari pasien (seperi duduk). Gerakan lain (fleksi abnormal dari ekstremitas tubuh) biasanya sebagai indikasi kerusakan serebral yang menyebar. Tidak adanya gerakan spontan pada salah satu sisi tubuh menandakan  kerusakan pada jalan motorik pada hemisfer otak yang berlawanan (kontralateral)
Pantau tekanan darah, catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus dan tekanan nadi yang semakin berat; observsi terhadap hepertensi pada pasien yang mengalami trauma multipel.

Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah sistemik, kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal atau menyebar (menyeluruh). Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan darah distolik (nadi yang membesar) merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Jika diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran. Hipovolemia/hipertensi (yang berhubungan dengan trauma multipel) dapat juga mengakibatkan kerusakan/iskemia serebral.
Frekuensi jantung, catat adanya bradikardia, takikardia, atau bentuk dis aritmia lainnya.

Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang mencerminkan adanya depresif/trauma pada batang otak pada pasien yang tidak memiliki kelainan jantung sebelumnya.
Pantau pernapasan meliputi pola dan iramanya, seperti adanya periode apnea setelah hiperpentilasi yang disebut pernapasan Chyene stokes.

Napas yang tidak teratur dapat  menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral/peningkatan TIK dan memerlukan intervensi yang lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan napasbuatan
Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan, dan reaksinya terhadap cahaya.

Reaksi pupil diatur oleh sarah kranial okulomotor (III) dan berguna untuk menentukan apakan batang otak masih baik ukuran kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis, respons terhadap cahaya mencerminkan fungsi  yang tekombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotorius.
Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya  panglihatan yang kabur, ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi

Gangguan penglihatan,  yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, mempunyai konsekuensi terhadap keamanan dan juga mempengaruhi pilihan intervensi.
Kaji letak gerakan mata, catat apakah pada posisi tengah atau ada deviasi pada salah satu sisi atau kebawah, catata pula hilangnya refleks “doll’s eye” refleks okulosefalik)

Posisi dan gerakan mata membanatu menemukan lokasi areaotak terlibat, tanda awal peningkatan TIK adalah kegagalan dalam abduksi pada mata, mengiinsikasikan penekanan/trauma pada sarah kranial V. hilangnya dolls eye mengidikasi adanya penurunan pada fungsi batang otak dan prognosisnya jelek.
Catat adan tidaknya  refleks-refleks tertentu seperti repleks menerlan, batuk dan babinski.

Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah  dan batang otak dan sangat berpengaruh lansung terhadap kemapuan pasien. Kehilangan pasien berkedip mengisyaratkan adanya kerukan pada daerah pons dan medulla, refleks babinski positif  mengidentifikasikan adanya trauma sepanjang jalur piramidal pada otak.
Pantau suhu dan atur suhu lingkunagan  sesuai indikasi. Batasi penggunaan selimut ; berikan kompres hangat saat demam timbul. Tutup ekstremitas dalam selimut jika menggunakan selimut hipotermia

Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksugen terjadi (trauma saat demam dan menggigil) yang selanjutnya dapat menyebabkan peningakatan TIK.
Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan. Ukur berat badan sesuai indikasi, catat turgor kulit  dan keadaan membran mukosa

Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.  Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus atau SIADH; gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah kipotermia atau  pelebaran pembuluh darah yang pada akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong dengan gulungan handuk kecil atau bantal kecil.  Hindari penggunaan bantal besar pada kepala

Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vana jungularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
Berikan waktu istirahan diantara aktivitas keperawatan yang dilakukan dan batasi waktu dari setiap prosedur tersebut

Aktivitas yang dilakukan secara terus menerus dapat meningkatan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif.
Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, suara bunyi-bunyian yang lembut dan sentuhan hati-hati yang tepat.

Memberikan efek ketenagan , menurunkan reaksi fisiologistubuh meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK
Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feces yang dpaksakan/mengejan bila mungkin.

Aktivitasi ini akan meningkatkan tekanan intratoraks dan intraabdomen dan dapat meningkatkan TIK
Hindari / batasi penggunann restrain

Restrain mekanik dapat menambah respons melawan yang akan meningkatkan TIK penggunaan yang  berhati-hati dapat diindikasikan untuk mencegah trauma pada pasien.
Anjurkan orang terdekat (keluarga) untuk berbicara degan pasien,

Ungkapa keluarga yang menyenangkan pasien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien koma  yang akan menurunkan TIK.
Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan, dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya .

Petunjuk nonperbal ini mengidikasikan adanya peningkatan TIK  atau menandakan adaya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkannya secara verbal. Nyeri yang tidak hilang dapat menjadi pemacu munculnya TIK saat berikutnya.
Palpasi kemungkinan distensi kandung kemih, pertahankan kepatenan drainase urine jika digunakan. Pantau kemungkinan adanya konstipasi.

Dapat menjadi pemicu respons otonom yang berpotensi untuk meningkatkan TIK
Observasi adanya aktivitas kejang dan lindungi pasien dari cedera.

Kejang dapat terjadi sebagai akibat dari iritasi serebral hipoksia, atau peningkatan TIK lebih lanjut yang mengakibatkan kerusakna jaringan serebral.
Kaji adanya peningkatan rigiditas , regangan, meningkatnya kegelisahan, peka ransang, serangan kejang.

Merupakan indikasi dari iritasi meningeal yang dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan pada duramater dan atau perkembangan infeksi selama periode akut atau penyembuhan dari trauma kepala.

Kolaborasi

Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesui indikasi yang dapat ditoleransi


Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan edema atau peningkatan risiko peningkatan TIK.
Batasi pemberian cairan sesuai indikasim berikan cairan melalui IV dengan alat kontrol.

Pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema cerebral meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, tekanan darah, dan TIK
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

Menurunkan hipoksemia , yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah cerebral yang meningkatkan TIK.
Mandiri
Pantau GDA/tekanan oksimetri


Menentukan kecukupan pernapasan (kemunculan dari hipoksia/asidosis) dan mengidikasikan kebutuhan akan terapi.
Berikan obat sesuai dena indikasi:


Diuretik contohnya manitol, furosemid (lasix).

Diuretik dapat dugunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menrunkan edema otak dan TIK.
Steroid, contohnya dexametason (decadron) metilprednisolon (medrol)

Menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan.
Anti convulsan, contohnya fenitoin (dilantin)

Obat  pilihan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktivitas kejang.
Klorpomasin (thorazine)

Barmanfaat dalam mengatasi adanya adanya kelainan bentuk tubuh dan menggigil yang mana dapat meningkatkan TIK, catatan obat ini dapat menurunkan ambang kejang atau sebagai presipitasi toksisitas terhadap dilantin.
Analgetik sedang seperti kodein

Dapat diindikasikan untuk menghilangkan nyeri dan dapat berakibat negatif pada TIK tetapi harus digunakan degan hati-hati untuk mencegah gangguan pernapasan
Sedatif. Contohnya defenhidramin (benadryl)

Meungkin digunakan untuk mengatasi kegelisahan
Antipiretik, contohnya asetaminofen (thylenol)

Menurunkan atau mengendalikan demam dan yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau meningkatkan kebutuhan terhadap oksigen.
Mempersiapkan untuk pembedahan jika diperlukan

Kraniotomi atau trefanasi mungkin diperlukan untuk memindahkan fragmen tulang, evakuasi hematoma, mengendalikan hemoragik, dan membersihkan jaringan nekrotik

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Risiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusa pernapasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi tralheobronkial. Ditandai dengan:
TUJUAN ; mempertahankan pola pernapasan normal/efektif bebas sianosis, dengan GDA dalam batas normal pasien.

TINDAKAN INTERVENSI

RASIONAL

Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, catata  ketidak aturan pernapasan.

Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokalisasi/luasnya keterlibatan otak, pernapasan lambat periode menandakan perlunya ventilasi mekanik.
Catat competensi refleks gag/menelan dan kemampuan untuk melindungi jalan napas sendiri, pasang jalan napas seuai indikasi

Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk memelihara jalan nafas, kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunya jalan nafas buatan
Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi

Untuk memumdahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menrunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar.

Mencegah menurunkan atelektasis.
Lakukan pengisapan dengan ekstra hati-hati, janga lebih dari 10-15 detik, catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.

Pengisapan biasanya diperlukan untuk pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napanya sendiri, pengisapan  pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan degan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokontriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi cerebral.
Auskultasi jalan napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal seperti (krakles, ronki, mengi)

Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau manandakan terjadinya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi dari cedera kepala)
Pantau penggunaan dari obat-obatan depresan pernapasan, seperti sedative

Dapat meningkatkan gangguan komplikasi pernapasan

Kolaboratif

Pantau atau gambarkan analisa gas darah, tekanan oksimetri.


Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Lakukan repon toraks ulang

Melihat kembali keadaan ventilasidan tanda-tanda komplikasi yang berkembang (seperti atelektasis dan bronchopneomoni)
Berikan oksigen

Meminimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam mencegah hipoksia, jika pusat pernapasa  tertekan mungkin diperlukan ventilasi mekanik
Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi

Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan penginkatan TIK fase akut namun tindakan ini sering kali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasidan membersihkan jalan napas dan menurunkan risiko atelektasis/komplikasi paru lainnya







DAFTAR PUSTAKA


Marilynn E. Doenges Dkk.; Rencana Asuhan Keperawatan; Edisi 3, EGC, Jakarta, 1999.

Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson; Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit; Buku 2; Edisi 4; EGC; Jakarta,1995.











0 komentar:

Post a Comment