Askep Bronchitis

0 komentar

1.      Defenisi
Bronchitis adalah penyakit pernafasan obstruktif yang sering dijumpai yang disebabkan oleh peradangan bronchus. Penyakit bronchitis secara klinik dapat bersifat akut dan kronik.
Ø Bronchitis akut adalah suata peradangan dari bronchioli, bronchus, dan trakhea.
Ø Bronchitis kronis adalah suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai oleh produksi mukus berlebihan disaluran nafas bawah selama paling kurang         3 bulan berturut-turut dalam setahun dan terjadi paling sedikit 2 tahun.

2.      Etiologi
Ø Bronchitis akut
-   Infeksi : virus (influenza, morbili, virus pneumonta, variola)
     Bakteri dan parasit
-   Non infeksi : akibat aspirasi bahan fisik atau kimia
Ø Brochitis kronis
Silia yang melapisi bronchus mengalami kelumpuhan dan disfungsional. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukusiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

3.      Faktor resiko
Resiko utama untuk timbulnya bronchitis kronis adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronchus dan silia.

4.      Manifestasi klinik.
Produksi mukus kental, batuk produktif dengan dahak  purulen, demam, suara sesak, conchi terutama waktu inspirasi, nyeri dada kadang timbul.

Patoflowdiagram



1.      Diagnosa keperawatan
1.     Ketidakefektifan jalan napas b/d kelelahan
2.     Intolerance aktivitas pola tidur b/d sesak nafas
3.     Gangguan pola tidur  b/d sesak nafas
4.     resiko kekurangan volume cairan b/d distres pernafasan
5.     Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit dan tindakan

2.      Penatalaksanaan
Ø Penyuluhan agar pasien menghindari pajanan iritan lebih lanjut, terutama asap rokok
Ø Terapi antibiotik profilaktik, teutama pada musim-musim dingin untuk mengurangi insidens infeksi saluran nafas bawah, karena setiap infeksi akan semakin meningkatkan pembentukan mukus dan pembengkakan.

3.      Asuhan keperawatan
DX. Kep. I : Ketidakefektifan jalan nafas.
                     Tujuan :  -  Jalan napas tetap paten dan bersih dari mucus
                                    -  Bunyi pernafasan bersih
                            Intervensi :
1.  Pantau tanda-tanda vital setiap 2 jam sampai 4 jam
     R/ untuk menentukan intervensi selanjutnya
2.  Kaji frekuensi nafas ke dalam pernafasan
     R/ untuk mengetahui derajat gangguan pemenuhan O2 sehingga                         dapat diberikan intervensi yang tepat
3.  Rubah posisi klien pada posisi semifowler
     R/ mengurangi tekanan pada diagfragma sehingga dada dapat relaksasi
4.  Anjurkan klien untuk minum air hangat.
     R/ membantu mengencerkan dahak/sekret
5.  Anjurkan teknik napas dalam dan batuk yang efektif
     R/ membantu dalam mengeluarkan penumpukan sekret dijalan nafas.

     NDX.2  :  Intolerance aktivitas    
                     Tujuan : - Pasien mengikuti aktivitas sesuai usia dalam lingkungan   tanpa stress
                                    -  Mentoleransi peningkatan aktivitas progresif.         
                     Intervensi :
                     1.  Rencanakan periode istirahat sering
                          R/ untuk penghematan energi agar dapat beraktifitas
                     2.  Berikan lingkungan tenang dan nyaman
  R/ menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
                     3.  Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
  R/ meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
      NDx 3 : Gangguan pola tidur
                    Tujuan : mampu menentukan pola tidur yang  adekuat
                    Intervensi.
                    1.  Kaji pola tidur klien dan kebutuhan tidur klien
R/ untuk mengetahui adanya penyimpangan dari kebutuhan tidur klien.
                     2. Atur posisi senyaman mungkin
 R/ untuk memberikan relaksasi pada klien sehinga dapat tidur dengan nyenyak


                     3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
R/  memberikan relaksasi pada klien sehingga dapat tidur dengan baik                         
                     4. Penatalaksanaan pemberian obat
     NDx 4  :  Resiko kekurangan volume cairan
                     Tujuan :  - Pasien tidak demam
                                    - Pasisen mempunyai frekuensi pernafasan sesuai usia
                                    - Mentoleransi masukan cairan dan diet sesuai usia
                      Intervenesi :
                       1.  Kaji perubahan tanda vital, contoh : peningkatan suhu/demam
  R/ Peningkatan suhu dapat meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi
                       2. Pantau masukan, keluaran, dan berat jenis
  R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan
                       3. Catat laporan mual atau muntah
  R/  Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
      NDx 5 : Kurang pengeetahuan
                    Tujuan : pasien menunjukkan pemahaman mengenai instruksi evaluasi.
                    Intervensi.
                    1.  Memberikan informasi terhadap klien tentang proses penyakitnya
R/ Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mengasimilasi informasi/mengikuti program medik.
2. Diskusikan aspek dan ketidakmampuan dari penyakit, lamanya  penyembuhan dan harapan kesembuhan.
 R/ informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan obsietas dan masalah berlebihan..
                     3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif/latihan pernafasan.
R/  pasien  beresiko besar untuk kambuh dari bronchitis
                     4. Tekankan perlunya melanutkan terapi antibiotik selama periode yang             dianjurkan.
                          R/ Penghentian antibiotik dapat mengakibatkan iritasi mukosa bronchus.


DAFTAR PUSTAKA


Arif Mansyur, Koespuji Iriyanti, Pakhan Savitri (2001), Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Media Hescalapius fakultas Kedokteran Indonesia.

J. Corwin Elisabaeth (2000),  Buku Saku Patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soeparman Utoyo Soekanto, Sarwono Waspadji, A. Muin Rahman, (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta. Penerbit Balai Pustaka Fakultas Kedokteran UI.
















Askep Bronchopneumonea

0 komentar


I.  KONSEP MEDIK

A.      Pengertian
Bronchopneumonea adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbecak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2001).

B.     Etiologi
1.       Bakteri contohnya : Diplococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia.
2.       Virus contohnya : Virus Influenza, Virus Parainfluenza.
3.       Jamur contihnya : Histoplasma cospulatum, Caudida, Kriptococcus dan blastomises.
                                   
C.     Patofisiologi
Bakteri, virus ataupun jamur menyerang ventilasi maupun difusi.  Suatu reaksi influenza yang terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen dan karbondioksida, sel-sel darah putih, neotrofil juga bermigrasi ke alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya berisi udara.  Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi edema mukosa dan broncospasme menyebabkan okulusi partial bronki atau alveoli yang mengakibatkan penurunan tekanan oksigen alveoli.  Keadaan demikian mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen sehingga tubuh harus meningkatkan frekuensi ke dalam bernapasnya.

 Patoflowdiagram
 
 





















D.     Manifestasi klinik
v  Demam dan menggigil karena proses peradangan.
v  Nyeri dada yang terasa tertusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk.
v  Adanya bunyi tambahan pernapasan  seperti ronchi, whezing.
v  Napas sesak dan cepat
v  Tampak pernapasan cuping hidung
v  Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
v  Mungkin timbul tanda-tanda sianosis.
v  Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis absorbsi.

E.     Komplikasi
v   Hipotensi dan syok
v   Atelektasis
v   Efusi pleura
v   Deliriu
v   Superinfeksi

F.     Perangkat Diagnostik
v   Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrat
v   Pemeriksaan laboraturium di dadapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.
v   Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi

G.     Penatalaksanan
v  Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.
v  Inhalasi lembab dan hangat dapat menghilangkan iritasi broncia
v  Istirahat adekuat sampai klien menunjukan tanda-tandapenyembuhan.
v  Jika terjadi hipokscornia,berikan O2.
v  Teknik bernapas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi resiko atelektasis.

II.  PROSES KEPERAWATAN.
1.      Pengkajian
Pada pengkajian dengan pasien Bronkopnemonia maka harus diidentifikasi akan adanya demam, mengigil, dan adanya nyeri dada yang dicetuskan pada saat bernapas dan batuk,kaji akan adanya bunyi napas tambahan seperti ronchi, whezzing, apakah napasnya sesak dan cepat, apakah dalambernapas tampak pernapasan kuping hidung.Identifikasi akan adanya rasa lelah akibat peradeangan dan hipoksia periksa atau tanda-tanda sianosis yang mungkin timbul.
2.      Diagnosa Keperawatan
v  Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi lendir di jalan napas.
v  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan fungsi pernapasan
v  Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan
v  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan
v  Kecemasan berhubung dengan kurangnya pengetahuan dengan penyakit yang terjadi

3.      Interfensi Keperawatan
1)       Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi lendir di jalan napas.
Tujuannya : menunjukan jalan napas yang efektif atau bersih
 Intervensi :
v   Kaji atau pantau pernapasan klien
Rasionalnya: Mengetahui frekuensi pernapasan klien sebagai indikasi dasar gangguan pernapasan.
v   Auskultasi bunyi napas tambahan
Rasionalnya: adanya bunyi napas tambahan yang menandakan                               gangguan pernapasan.
v   Berikan posisi yang nyaman misalnya posisi semi fowler
Rasionalnya :   posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru lebih maksimal
v    Terapi inhalasi dan latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasionalnya : mengeluarkan sekret.
v     Lakukan program pengobatan
Rasionalnya : memperbaiki pernapasan.
2)     Diagnosa keperawatan : pola napas tidak efektif berhubung dengan obstruksi saluran pernapasan.
Tujuannya : pola napas efektif
Interfensinya :
v  Berikan O2 sesuai program.
Rasionalnya : mempertahankan O2 arteri.
v  Kaji atau pantau frekuensi pernapasan
Rasionalnya : indikasi adanya gangguan pernapasan.
v   Berikan posisi semi fowler
Rasionalnya : meningkatkan pengembangan paru.

v   Bantu dalam terapi inhalasi
Rasionalnya : kemungkinan terjadi kesulitan bernapas akut.
3)     Diagnosa keperawatan : gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan.
Tujuannya : pertukaran gas menjadi adekuat.
Interfensi :
v  Monitor / kaji tanda-tanda vital, kesulitan bernapas, retraksi stomal.
Rasionalnya : data dasar untuk pengkajian lebih lanjut.
v  Alat emergensi harus tersedia dengan baik.
Rasionalnya : persiapan emergensi terjadinya masalah akut pernapasan.
v  Suction jika ada indikasi
Rasionalnya : meningkatkan pertukaran gas.
v  Berikan terapi inhalasi.
Rasionalnya : melonggarkan saluran pernapasan.
4)     Diagnosa keperawatan : intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan fungsi pernapasan.
Tujuannya : intoleransi aktivitas tertasi.
Interfensi :
v  Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas.
Rasionalnya : merencanakan intervensi yang tepat.
v  Bantu pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasionalnya : ADL-nya dapat terpenuhi.
v  Lakukan  istirahat yang adekuat setelah beraktivitas.
Rasionalnya : membantu mengembalikan energi.
v  Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet.
Rasionalnya : metabolisme membutuhkan energi.
5)       Diagnosa keperawatan : kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang terjadi.
Tujuannya : kecemasannya teratasi.
Interfensi :
v  Kaji tingkat kecemasan.
Rasionalnya : mengetahui sejauh mana kecemasan yang di alalmi.
v  Berikan penjelasan tentang prosedur pengobatan dan penyakit yang sedang terjadi.
Rasionalnya : menghilangkan kecemasan karena ketidaktahuan.
v  Berikan ketenangan dengan memberikan lingkungan yang nyaman.
Rasionalnya: lingkungan yang nyaman membantu memfokuskan pikiran.
v  Lakukan hubungan yang lebih akrab dengan pasien.
Rasionalnya: menimbulkan kepercayaan dan pasien merasa nyaman.
v  Membantu pasien dalam kemampuan koping.
Rasionalnya : koping yang positif dapat menurunkan kecemasan.

 
LAPORAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI

Oksigen merupakan salah satu komponen gas yang dibutuhkan dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh (Tarwotoh & Wartonah, 2004). Secara normal oksigen diperoleh melalui proses respirasi dan penyampaian oksigen kejaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan haematologi.
Respirasi adalah transpor oksigen kedalam sel tubuh dan transfer karbondioksida dari sel keatmosfir. Tujuan dari proses respirasi ini adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh dan membuang karbondioksida ke atmosfir. Untuk mencapai tujuan itu, maka sistem pernapasan menjalankan fungsinya melalui empat (4) tahap diantaranya:
1.      Ventilasi Paru, yaitu proses masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke alveoli paru
2.      Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
3.      Transport oksigen dan karbondioksida antara darah dan jaringan
4.      Perfusi gas yaitu pertukaran oksigen dan karbondioksida dijaringan
Respirasi terdiri dari proses inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi terjadi setiap 1-5,5 detik dan ekspirasi setiap 2-3 detik. Inspirasi terjadi karena adanya kontraksi diafragma, diafragma turun menyebabkan desakaan kerongga abdomen sehingga rongga dada membesar, dan diikuti oleh terangkatnya iga-iga sehingga diameter anterior posterior dada menjadi lebih besar. Oleh karena itu iga menonjol kedepan dan sternum menjauhi tulang punggung dan dengan demikian diafragma menjadi lebih luas. Sedangkan ekspirasi terjadi pada saat diafragma relaksasi. Diafragma naik bersamaan dengan kontraksi otot-otot abdomen daan tekanan organ-organ dalam abdomen keatas sehingga iga-iga ikut tertarik kebelakang dan rongga dada mengecil.
Volume paru ditentukan oleh proses spirometri yang mengukur atau menghitung volume udara yang keluar dan masuk paru. Volume paru diantaranya:
1.      Volume tidal, yaitu volume udara yang secara normal dihirup dan dihembuskan pada setiap terikan napas. Nilainya kira-kira 500 ml.
2.      Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah udara maksimum yanag dapat dihembuskan melebihi ekspirasi normal. Nilainya rata-rata 1100 ml.
3.      Volume cadangan inspirasi, yaitu volume udara diatas inspirasi tidal – volume yang dapat secara maksimum dihirup pada setiap terikan napas. Besarnya sekitar 3000 ml.
4.      Volume residual yaitu volume udara yang tetap berada didalam paru setelah ekspirasi maksimum, besarnya sekitar 1200 ml.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi yaitu :
1.      Faktor fisiologi
q  Menurunnya kemampuan mengikat oksigen seperti pada anemia.
q  Menurunnya konsentrasi oksigen yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran pernapasan atas.
q  Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan terganggunya pemenuhan oksigen.
q  Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, dan luka.
q  Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada diantaranya pada kehamilan, obesitas, penyakit kronis seperti TBC paru.
2.      Faktor perkembangan
q  Bayi prematur yang disebabkan oleh kekurangaan surfaktan
q  Bayi dan toddler, adanya resiko infeksi saluran pernapasaan akut.
q  Anak usia sekolah dan remaja resiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
q  Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas dan stres.
q  Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arterosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3.      Faktor perilaku
q  Nutrisi, misalnya pada obesitas yang menyebabkan penurunan ekspansi paru, gizi buruk menyebabkan anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang.
q  Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
q  Merokok, nikotinnya menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer daan koroner.
q  Substansi abuse (alkohol dan obat-obatan) menyebabkan intake nutrisi menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin.
q  Kecemasan menyebabkan metabolisme meningkat.
4.      Faktor lingkungan
q  Tempat kerja karena adanya polusi.
q  Suhu lingkungan.
q   Ketinggian tempat dari permukaan laut.

Perubahan pada fungsi pernapasan diantaranya adalah :
1.      Hiperventilasi, yaitu peningkatan frekuensi dan kedalaman dalam bernapas untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam paru-paru.
2.      Hipoventilasi, yaitu ventilasi alveolaar yang tidaak adekuat untuk memenuhi penggunaan oksigen tubuh atau pengeluaran karbondioksida yang cukup.
3.      Hipoksia, yaitu tidak adekuatnya penggunaan oksigen seluler akibat dari defisiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan karbondioksida pada tingkat seluler.

DAFTAR PUSTAKA


Arief, Mansjoer, 2000, Kapita Salekta Kedokteran, Media Aescculapius, Jakarta.

Corwin, Elizabeth J., 2000, Pathofisiologi, EGC, Jakarta.

Doenges, Marlyn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Meubin, Halim, 2001, Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Brunner dan Suddarth, EGC, Jakarta.

Tarwoto & Martonah, 2004, Konsep Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Jakarta.